CURICULUM VITAE
Nama :
Andi Setio Wahyudi
Tempat Tanggal Lahir :
Lampung, 15 April 1988
Alamat Rumah : Ds.
Rama Gunawan 7 RT/RW 03/08 Kec. Seputih Raman Lampung Tengah
Pekerjaan :
Mahasiswa
Riwayat Pendidikan :
1. TK
Pertiwi : Lulus Tahun 1993
2. SD
Negeri 2 Rama Gunawan : Lulus Tahun 1999
3. SLTPN
1 Seputih Raman : Lulus
Tahun 2002
4. SMA
Negeri 1 Kotagajah : Lulus Tahun 2005
5. STIKES
Karya Husada Program Studi D-III Keperawatan (Tahun 2008-2011) dengan Prestasi 3 besar
PROPOSAL PENELITIAN
PERBEDAAN SIKAP (RESPON PERILAKU) PADA ANAK USIA PRA
SEKOLAH
(2-6 TAHUN) YANG BARU
PERTAMA KALI MASUK RUMAH SAKIT (MRS)
DENGAN YANG SUDAH LEBIH DARI 1 KALI MASUK RUMAH SAKIT
(MRS) DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT dr.
ISKAK TULUNGAGUNG
ANDI SETIO WAHYUDI
NIM. 2008.03.006
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
PARE - KEDIRI
2010
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
|
Pada anak yang baru pertama
kali masuk rumah sakit (MRS) biasanya akan melakukan penolakan tindakan-tindakan
dari perawat, terutama tindakan yang menimbulkan nyeri contohnya
tindakan-tindakan invasif (injeksi, pemasangan infus). Anak akan melakukan
tindakan seperti : menolak saat orang tua berkunjung/menarik diri dari yang
lain, mengekspresikan marah secara tidak langsung dengan membanting boneka,
memukul anak yang lain, atau menolak untuk kooperatif selama tindakan
keperawatan, menangis perlahan. Namun, bagi yang sudah lebih dari 1 kali masuk
rumah sakit (MRS) anak akan mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar
tempat anak dirawat, sehingga anak lebih kooperatif saat perawat melakukan
tindakan keperawatan, anak beradaptasi dengan mudah karena anak memiliki
pengalaman masuk rumah sakit (MRS) sebelumnya. Menurut data yang diambil di
Ruang Anggrek Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung didapati bahwa, tanggal 26 Juli
sampai dengan 14 Agustus 2010 didapati 15 anak usia prasekolah yang masuk rumah
sakit, 2 anak berusia 2 tahun (1 diantaranya sudah pernah MRS dan baru 1 hari
dirawat, dan sisanya sudah 2 hari dirawat), 1 anak berusia 3 tahun (baru
pertama kali MRS dan baru 2 hari masuk rumah sakit), 5 anak berusia 4 tahun (2
diantaranya sudah pernah MRS dan baru 1 hari dirawat, 3 diantaranya sudah 2
hari dirawat) dan 3 anak berusia 5 tahun (1 diantaranya sudah pernah MRS, 2
diantaranya sudah 2 hari dirawat, dan 1 anak baru 1 hari dirawat) serta 4 anak
berusia 6 tahun (1 diantaranya pernah MRS, 3 anak diantaranya baru 1 hari
dirawat, 1 anak baru 1 hari dirawat).
Pada anak yang baru pertama kali masuk rumah
sakit maupun yang sudah pernah masuk rumah sakit dan baru hari pertama dirawat
akan melakukan penolakan tindakan keperawatan. Tapi pada anak yang sudah pernah
MRS akan menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dibandingkan anak yang baru
pertama kali MRS.
Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga
terutama orang tua memainkan peran yang bersifat mendukung selama masa
penyembuhan dan pemulihan anak. Dukungan yang dapat dilakukan guna mengurangi
tingkat stress pada anak misalnya dari pihak keluarga, terutama orang tua perlu
adanya pendampingan anak pada saat anak akan dilakukan tindakan invasif maupun
tindakan keperawatan lainnya oleh perawat, membawa mainan kesayangan yang
dimiliki oleh anak, memberikan penghargaan dengan cara memuji pada anak bila anak
telah dilakukan tindakan-tindakan dari perawat. Sedangkan dari pihak perawat
dapat mengatur suasana ruang perawatan anak yang sesuai dengan kondisi di
rumah, mengurangi pemakaian seragam yang berwarna putih, bersikap ramah dan
tamah kepada anak pada saat akan melakukan tindakan keperawatan. Apabila
dukungan dan tindakan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan/pemulihan
(rehabilitatif) sangat berkurang. (Friedman, 2003). Dukungan dan tindakan yang
rehabilitatif seperti ini juga sangat dibutuhkan bagi anak yang baru pertama
kali masuk rumah sakit (MRS), dengan dukungan dan tindakan rehabilitatif
tersebut akan membentuk koping diri yang kuat pada diri anak.
Dari uraian
diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ”Perbedaan Sikap
(Respon Perilaku) Pada Anak Usia Pra Sekolah (2-6 tahun) Yang Baru Pertama Kali
Masuk Rumah Sakit (MRS) dengan Yang Sudah Lebih Dari 1 Kali Masuk Rumah Sakit
(MRS) di Ruang Anggrek Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah ”Bagaimanakah perbedaan
sikap (respon perilaku) pada anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit (MRS) dengan yang sudah
lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (MRS) di Ruang Anggrek Rumah Sakit dr.
Iskak Tulungagung?”
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU) :
Mengetahui
perbedaan respon perilaku pada anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit (MRS) dengan yang sudah
lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (MRS).
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK) :
1.3.2.1
Untuk
mengidentifikasi sikap (respon perilaku) pada anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit (MRS).
1.3.2.2
Untuk
mengidentifikasi sikap (respon perilaku) pada anak pra sekolah (2-6 tahun) yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (MRS).
1.3.2.3 Untuk mengidentifikasi perbedaan sikap (respon
perilaku) pada anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang baru
pertama kali masuk rumah sakit (2-6 tahun) dengan yang sudah lebih dari 1
kali masuk rumah sakit (MRS).
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi
Penelliti
Dapat meningkatkan pemahaman
tentang perbedaan sikap (respon
perilaku) pada anak usia pra
sekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit
(MRS) dengan yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (MRS).
1.4.2
Bagi
Tenaga Kesehatan
Sebagai informasi dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dibidang asuhan keperawatan
anak yang mengalami hospitalisasi.
1.4.3
Bagi
Responden
Sebagai masukan atau informasi
tambahan pengetahuan tentang perbedaan sikap (respon perilaku) pada anak usia
pra sekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit
(MRS) dengan yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (MRS).
1.4.4 Bagi Masyarakat
Sebagai bahan
informasi bagi masyarakat tentang anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi, dan sebagai informasi tentang
perbedaan sikap anak usia pra sekolah (2-6 tahun) yang baru
pertama kali masuk rumah sakit (MRS) dengan yang sudah lebih dari 1 kali masuk
rumah sakit
1.4.5 Bagi Institusi
Sebagai dokumentasi ilmiah
serta informasi dalam rangka pengembangan, penambahan dan pengetahuan guna
meningkatkan asuhan keperawatan anak pada umumnya dan asuhan keperawatan
hospitalisasi pada khususnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Respon Perilaku
2.1.1
Definisi
Respon Perilaku
Sikap
dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan
sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu
yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk,
positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, menolak-menerima yang
kemudian mengkristal sebagai reaksi potensi reaksi terhadap objek sikap.
(Saifudin A, 1995). Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu Affect,
Behaviour, dan Cognition. Affect adalah perasaan yang timbul (senang, tak
senang), Behaviour adalah perilaku yang mengikuti perasaan itu (mendekat, tidak
mendekat), Cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak
bagus). (Sarwono, 1997).
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa respon perilaku
dikatakan merupakan suatu sikap dari suatu stimulus atau perilaku yang
dapat menimbulkan adanya suatu respon ataupun reaksi individu. Jadi respon
perilaku dapat dikatakan sama dengan sikap.
|
2.1.2
Pembentukan
dan Perubahan Sikap
Sikap
setiap orang sama dalam perkembangannya, tetapi beda dalam pembentukannya
(Krech, Crutchfield, dan Ballachey). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan sikap
seseorang atau individu yang satu dengan individu yang lainnya.
Sikap dapat
terbentuk atau berubah melalui empat macam cara :
1.
Adopsi:
kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu
yang mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2.
Diferensiasi:
dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan
berkembangnya usia, maka ada hal-hal tadi yang tadinya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari
jenisnya, terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3.
Integrasi:
pembentukan disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman
yang berhubungan dengan berbagai hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap
mengenai hal tersebut.
4.
Trauma:
pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada
jiwa orang yang bersangkutan.
2.1.3
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap adalah:
1. Faktor internal: adalah faktor-faktor yang
terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti faktor pilihan. Kita tidak
dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi kita, oleh karena
itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan mana yang akan kita dekati dan
mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan
kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah kita
menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.
2. Faktor eksternal: selain faktor-faktor
yang terdapat dalam diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh
faktor-faktor yang berada diluar yaitu:
a.
Sifat
objek, sikap itu sendiri, bagus, atau jelek dan sebagainya.
b.
Kewibawaan:
orang yang mengemukakan suatu sikap.
c.
Sifat
atau orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut.
d.
Media
komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
e.
Situasi
pada saat sikap itu dibentuk.
2.1.4
Karakteristik
Sistem Sikap
Karakteristik
sistem sikap, baik yang dimiliki maupun sesudah terbentuknya sikap tersebut,
mempengaruhi pembentukan sikap tertentu. Karakteristik itu meliputi:
1)
Sikap ekstrem (extremenes)
Sikap yang
ekstrem sulit berubah, baik dalam kongruen
maupun inkongruen (perubahan yang kongruen adalah perubahan yang searah,
yakni bertambahnya derajat kepositifan atau kenegatifan dari sikap semula;
sedangkan sikap inkongruen adalah
perubahan sikap yang berlawanan, misalnya sikap yang semula negatif menjadi
positif, ataupun sebaliknya). Kesimpulan hasil eksperimen Tannenbaum (1956,
dalam Krech dkk, 1965) menunjukan hal-hal sebagai berikut:
a) Makin ekstrem suatu sikap, makin sedikit
terjadi perubahan.
b) Sikap yang ekstrem lebih sulit diubah
secara inkongruen daripada secara kongruen.
2)
Multifleksitas (multiplexity)
Sikap yang
berkarakteristik multifleksitas mudah berubah secara kongruen, namun sulit berubah secara inkongruen. Sebaliknya, sikap yang simpel mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah secara kongruen.
3)
Konsistensi (consistensy)
Sikap yang
konsisten cenderung menunjukkan sikap yang stabil, karena komponenya saling
mendukung satu sama lain. Ini akan mudah diubah kearah inkongruen. Sebaliknya, sikap yang tidak konsisten lebih mudah
diubah kearah kongruen.
4)
Interconnecctedness
Yaitu
merupakan keterkaitan suatu sikap dengan sikap lain dalam suatu kluster. Sikap
yang mempunyai kadar keterkaitan tinggi sulit diubah kearah inkongruen. Sebaliknya, lebih mudah diubah kearah kongruen.
5)
Konsonan (consonance)
Sikap yang
saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk suatu kluster. Kluster
tersebut cenderung pula memiliki derajat saling keterhubungan. Sikap demikian
tersebut sebagai sikap yang berkarakteristik konsonan dalam suatu gugus sikap.
Sikap yang berderajat konsonan tinggi akan mudah mengalami perubahan pada jenis
kongruen.
6)
Kekuatan dan jumlah keinginan yang
menyebabkan munculnya suatu sikap tertentu (strength and number of wants served
by the attitude)
Dapat
berubah tidaknya sikap seseorang ditentukan oleh kekuatan dan ragam-ragamnya.
Sikap yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman keinginan yang akan dipuaskan
disebut sikap yang “multiservice”. Sikap multiservice
ini sangat dihargai dan diharapkan oleh seseorang. Sikap yang memiliki
kekuatan dan keanekaragaman keinginan untuk dipuaskan tersebut, sukar berubah
pada jenis yang inkongruen. Namun, pada perubahan yang kongruen
mudah.
7)
Pemusatan nilai-nilai yang berhubungan dengan sikap yang dimiliki
(centrality of the value to which the attitude is related)
Sikap seseorang yang berakar pada
nilai yang dianutnya meskipun ditukarkan alasan-alasan persuasive dan didukung
oleh kenyataan yang kokoh tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara
mengubah nilai (konsep tentang “baik” yang dianutnya). Sebaliknya, semakin
setia seseorang terhadap nilai yang mendasar sebagai sikapnya, semakin mudah
berubah pada perubahan yang kongruen.
2.1.5
Fungsi dan Sumber Sikap
Pada
hakikatnya, sikap memiliki fungsi-fungsi psikologis yang berbeda. Orang yang
berbeda mungkin memiliki sikap yang sama karena alasan yang berbeda, dan
seseorang mungkin memegang sikap tertentu karena lebih dari satu alasan. Fungsi
sikap bagi seseorang juga mempengaruhi tingkat konsistensi orang itu dalam
memegang sikapnya dan tingkat kemudahan mengubah sikap.
Agaknya,
tidak salah jika dikatakan bahwa bagi individu, sikapnya memungkinkan kehidupan
social. Dengan memenuhi tiga fungsi penting (Katz, 1960, dalam Calhoun &
Acocella, 1990). Pertama, sikap
mempunyai fungsi organisasi. Keyakinan yang terkandung dalam sikap kita
memungkinkan kita untuk mengorganisasikan pengalaman sosial kita membebankannya
pada perintah tertentu dan memberinya makna.
Kedua, sikap memberikan fungsi kegunaan. Kita menggunakan sikap untuk menegaskan
sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan sosial.
Ketiga, sikap itu memberikan fungsi perlindungan. Sikap untuk menjaga kita dari
ancaman terhadap harga diri kita.
Rita L.
Atkinson dan kawan-kawan menyebut ada lima fungsi dari sikap yakni:
a. Fungsi Instrumental
Sikap yang
kita pegang karena alasan praktis atau manfaat dikatakan memiliki fungsi instrumental. Sikap ini semata-mata
mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum kita untuk mendapatkan manfaat
atau hadiah dan menghindari hukuman.
b. Fungsi Pengetahuan
Sikap yang
membantu kita memahami dunia, yang membawa keteraturan bagi berbagai informasi
yang harus kita asimilasikan dalam kehidupan sehari-hari, dikatakan memiliki
fungsi pengetahuan. Sikap tersebut
adalah skema penting yang memungkinkan kita mengorganisasi dan mengolah
berbagai informasi secara efisien tanpa harus memperhatikan detailnya.
c. Fungsi Nilai Ekspresif
Sikap yang
mengekspresikan nilai-nilai kita atau mencerminkan konsep diri kita dikatakan
memiliki fungsi nilai ekspresif. Karena
sikap nilai ekspresif berasal dari nilai atau konsep dasar seseorang mereka
cenderung konsisten satu sama lain.
d. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap yang
mellindungi kita dari kecemasan atau ancaman bagi harga diri kita dikatakan
memiliki fungsi pertahanan ego. Konsep
pertahanan ego berasal dari teori psikoanalis Freud. Salah satu mekanisme
pertahanan ego yang dijelaskan oleh Freud adalah proyeksi: individu mengekspresikan sikap bermusuhan kepada orang
lain yang dirasakan memiliki impuls yang sama.
e. Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap yang
membantu kita merasa menjadi bagian dari komunitas, dikatakan sikap memiliki
fungsi penyesuaian sosial. Sampai
tingkat memiliki fungsi penyesuaian sosial, sikap dapat berubah jika norma
sosial berubah.
Sikap
sendiri datang berasal dari: yang pertama,
pengalaman pribadi. Sikap dapat merubah hasil pengalaman yang menyenangkan atau
menyakitkan dengan objek sikap. Kemungkinan kedua,
sumber sikap dalam hal ini, sikap negatif adalah pemindahan perasaan yang
menyakitkan. Pemindahan adalah secara tidak sadar mengalihkan perasaan yang
menyakitkan (terutama permusuhan) jauh dari objek sebenarnya pada objek lain
yang lebih aman. Sejumlah ahli teori, terutama dari aliran Freud, mengemukakan
bahwa mekanisme ini menjadi penyebab utama dari prasangka rasial. Sumber ketiga, adalah pengaruh sosial, dan
mungkin akan menjadi sumber utama. Bagaimana pun banyak dari sikap kita menjadi
terlalu lunak kalau didasari permusuhan yang tidak disadari, dan banyak lagi
sikap itu tidak berkaitan sama sekali dengan pengalaman pribadi dengan objek
sikap itu.
2.1.6
Pengukuran
Sikap
Menurut
beberapa ahli, sikap dapat diukur dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan
skala sikap. Di antara banyak skala sikap yang dikenal, ada dua skala sikap
yang digunakan, yaitu skala sikap dari R. Likert (1932) dan L.L. Thurstone
(1934). Bentuk kedua skala itu hampir
serupa, hanya proses pembuatannya yang berbeda. Jika pada pembuatan skala
Likert, daftar rencana peryataan-pernyataan yang dijadikan pengukur diujikan
dahulu kepada sejumlah responden (orang percobaan) yang ciri-cirinya mirip
dengan sampel yang akan diselidiki (kalau responden dalam penelitian nantinya
adalah remaja, uji coba juga terhadap remaja), pada pembuatan skala Thurstone
rencana pernyataan-pernyataan atau diujikan kepada sejumlah pakar yang
mengetahui betul permasalahan yang sedang diselidiki (uji coba kepada pakar
remaja).
Pernyataan-pernyataan
yang terpilih kemudian disusun dalam suatu daftar dan responden diminta
pendapatnya tentang pernyataan-pernyataan itu mulai sangat setuju sampai sangat
tidak setuju. Likert membagi skalanya ke dalam 5-7 kelas, sedangkan Thurstone
membagi skalanya bisa sampai sebelas kelas.
2.2
Konsep Dasar Anak Usia Pra Sekolah
2.2.1
Pengertian
Anak Usia Pra Sekolah
Yaitu
merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak
mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat
mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang
dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya).
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan
fisik merupakan dasar bagi perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya,
pertumbuhan tubuh, baik baik yang menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun
kekuatannya, memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya
dan mengeksplorasi dengan atau tanpa bantuan orang tuanya. Perkembangan sistem
syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk dapat lebih meningkatkan
pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya. Proporsi berubah secara dramatis,
seperti pada usia tiga tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm, dan
beratnnya 10-13 kg, sedangkan pada usia lima tahun tingginya mencapai 100-110
cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan tengkoraknya tidak
secepat usia sebelumnya. Pertumbuhan tulang-tulangnya semakin besar dan kuat.
Pertumbuhan giginya semakin lengkap/komplit, sehingga dia sudah menyenangi
padat, seperti daging, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan.
Pertumbuhan
otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan
pada usia enam tahun sudah mencapai 90%. Pada usia ini juga terjadinya
pertumbuhan myelinization (lapisan
urat syaraf dalam otak yang terdiri atas bahan penyekat berwarna putih yaitu
mielin) secara sempurna. Lapisan urat syaraf ini membanntu dalam transmisi
impuls-impuls syaraf secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap
kegiatan-kegiatan motorik lebih saksama dan efisien. Di samping itu, pada usia
ini banyak juga perubahan fisiologis lainnya, seperti pernafasan lebih mendalam
dan lambat, serta denyut jantung lebih lambat dan menetap.
Perkembangan
fisik pada anak juga ditandai dengan berkembangnnya keterampilan motorik, baik
yang kasar maupun yang halus. Keterampilan motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan
tubuh.
2. Perkembangan Emosi
Pada masa
ini, emosi anak sangat kuat, ditandai oleh ledakan amarah, ketakutan yang hebat
atau iri hati yang tidak masuk akal. Hal ini dikarenakan kelemahan anak akibat
lamanya bermain, tidak mau tidur siang atau makan terlalu sedikit. Di samping
itu, anak menjadi marah karena tidak dapat melakukan suatu kegiatan yang dianggap
dapat dilakukan dengan mudah. Ketegangan emosi dapat juga terjadi pada anak
jika anak diharapkan mencapai standar yang tidak masuk akal.
Pada saat
anak usia empat tahun anak sudah menyadari ”aku”-nya, bahwa akunya (dirinya)
berbeda dengan bukan aku (orang lain). Kesadaran ini diperoleh dari
pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain. Dia
menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga
orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan itu,
berkembanng pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari
lingkungannya. Jika lingkungannya (orang tuanya) tidak mengakui harga diri
anak, seperti memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka
pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala/menentang atau menyerah
menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Pola emosi
umum yang terjadi pada masa anak-anak antara lain adalah sebagai berikut :
a. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu
objek yang dianggap membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung
melalui tahapan, yaitu mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat
kemungkinan terdapat dalam objek, baru kemudian timbul rasa takut setelah
mengenal adanya bahaya, dan tahap selanjutnya adalah menghilangnya rasa takut
setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.
b. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat
khayalan, yang tidak ada objeknya. Kecemasan itu muncul kemungkinan dikarenakan
situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh, baik
perlakuan orang tua, buku-buku bacaan/komik, radio atau film.
c. Marah, merupakan perasaan tidak senang,
atau benci baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun objek tertentu yang
diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/sumpah serapah/makian) atau
nonverbal (seperti mencubit, memukul, menampar, menendang dan merusak). Perasaan
marah itu merupakan reaksi terhadap situasi frustasi yang dialaminya.
d. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang
terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang
yang telah mencurahkan kasih sayang kepadanya. Perasaan cemburu ini diikuti
dengan ketegangan yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi-reaksi, seperti
agresif atau permusuhan terhadap saingan, regresif yang meliputi perilaku
kekanak-kanakan seperti mengompol atau menghisap jempol, sikap tidak peduli,
menjauhkan diri dari saingan.
e. Kegembiraan, Kesenangan, Kenikmatan, yaitu
perasaan yang positif, nyaman karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang
melahirkan perasaan gembira pada anak diantaranya adalah terpenuhinya kebutuhan
jasmaniah (makan dan minum), keadaan jasmani yang sehat, diperolehnya kasih
sayang, ada kesempatan untuk bergerak (bermain secara leluasa), dan memiliki
mainan yang disenanginya.
f. Kasih Sayang, yaitu perasaan senang untuk
memberikan perhatian atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.
Perasaan itu berkembang berdasarkan pengalamanya yang menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain (orang tua, saudara, teman), hewan (seperti
kucing atau burung) atau benda seperti mainan, kasih sayang anak kepada orang
tua atau saudaranya dipengaruhi oleh iklim emosional dalam keluarganya.
g. Fobia, yaitu perasaan takut terhadap objek
yang tidak patut ditakutinya (takut yang abnormal) seperti takut ulat, kecoa,
dan lain-lain. Perassaan takut ini muncul akibat perlakuan orang tua yang suka
menakut-nakuti anak, sebagai cara orang tua untuk menghukum atau menghentikan
kelakuan anak yang tidak disenanginya.
h. Ingin Tahu, yaitu perasaan ingin mengenal,
mengetahui segala sesuatu atau objek-objek, baik bersifat fisik maupun nonfisik
anak. Seperti anak bertanya dari mana dia berasal, siapa Tuhan, dan dimana
Tuhan berada. Masa bertanya (masa “haus nama”) ini dimulai pada usia 3 tahun
dan mencapai puncaknya sekitar pada usia 6 tahun.
3. Perkembangan Bahasa
Perkembangan
bahasa pada anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap
(sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya) yaitu sebagai berikut:
a. Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan :
1) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat
tunggal yang sempurna;
2) Anak sudah mampu memahami tentang
perbandingan, misalnya burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing
lebih besar dari kucing;
3) Anak banyak menanyakan nama dan tempat:
apa, di mana, dan dari mana;
4) Anak sudah banyak menggunakan kata-kata
yang berawalan dan berakhiran.
b. Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:
1) Anak sudah dapat menggunakan kalimat
majemuk beserta anak kalimatnya;
2) Tingkat berpikir anak sudah lebih maju,
anak banyak menanyakan soal waktu-sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan:
ke mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk
membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua
atau guru Taman Kanak-Kanak seharusnya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau
peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya. Berbagai peluang di antaranya
sebagai berikut:
a)
Bertutur
kata yang baik kepada anak;
b)
Mau
mendengarkan pembicaraan anak;
c)
Menjawab
pertanyaan anak (jangan meremehkannya);
d)
Mengajak
berdialok dalam hal-hal sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah,
sekolah, dan membicarakan tentang kebersihan diri;
e)
Di
Taman Kanak-Kanak, anak dibebaskan untuk bertanya, mengekspresikan
keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
4. Perkembangan Sosial
Pada anak
usia prasekolah (terutama mulai usia 4 tahun), perkembangan sosial anak sudah
nampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebaya.
Tanda-tanda perkembangan pada tahap ini adalah:
a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik
di lingkungan keluarga maupun di lingkungan bermain;
b) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai
patuh terhadap peraturan;
c) Anak mulai menyadari hak dan kepentingan
orang lain;
d) Anak sudah mulai bermain dengan anak-anak
lain, atau teman sebaya (peer group).
Perkembangan
sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis keluarganya. Apabila
di lingkungan keluarga tercipta lingkungan yang harmonis, saling memperhatikan,
saling membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atau
anggota keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, dan konsisten
dalam menjalankan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan, atau penyesuaian
dalam berhubungan dengan orang lain.
Kematangan
penyesuaian sosial anak akan terbantu, apabila anak dimasukkan ke Taman
Kanak-Kanak. TK sebagai ”jembatan bergaul” merupakan tempat yang memberikan
peluang bagi anak untuk belajar memperluas pergaulan sosialnya, dan menaati
peraturan (kedisiplinan). TK dipandang mempunyai konstribusi yang baik bagi
perkembangan sosial anak, karena alasan-alasan sebagai berikut:
a) Suasana TK sebagian masih seperti suasana
keluarga;
b) Tata tertibnya masih longgar, tidak
terlalu mengikat kebebasan anak;
c) Anak berkesempatan untuk aktif bergerak,
bermain, dan riang gembira yang kesemuanya mempunyai nilai pedagogis;
d) Anak dapat mengenal dan bergaul dengan
teman sebaya yang beragam (multi budaya), baik etnis, agama, dan budaya.
5. Perkembangan Bermain
Usia
prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi
dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud disini dengan kegiatan bermain adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dengan kesenangan batin untuk memperoleh
kesenangan. Terdapat berbagai permainan anak (Abu Ahmadi, 1977), yaitu sebagai
berikut:
a) Permainan fungsi (permainan gerak),
seperti loncat-loncat, naik turun tangga, berlarian, bermain tali dan bermain
bola;
b) Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi
sebagai kuda, main sekolah-sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan, dan
masak-masakan;
c) Permainan reseptif atau apresiatif,
seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat gambar, dan melihat orang
melukis;
d) Permainan membentuk (konstruksi), seperti
membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari
kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari
potongan-potongan kayu (plastik), dan membuat senjata dari pelepah daun pisang.
e) Permanian prestasi, seperti sepak bola,
bola voli, tenis meja, dan bola basket.
Secara
psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga
bagi anak diantaranya:
a) Anak memperoleh perasaan senang, puas,
bangga, atau katarsis (peredaan ketegangan);
b) Anak dapat mengembangkan sikap percaya
diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerja sama);
c) Anak dapat meningkatkan daya fantasi, atau
kreativitas (terutama permainan fiksi dan konstruksi);
d) Anak dapat mengenal aturan, atau norma
yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya;
e) Anak dapat memahami baik dirinya mau[un
orang lain, sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan;
f) Anak dapat mengembangkan sikap sportif,
dan tenggang rasa, atau toleran terhadap orang lain.
6. Perkembangan Kepribadian
Masa ini
lazim disebut masa ”trotzatler” yaitu periode perlawanan atau masa krisis
pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan hebat dalam dirinya, yaitu di
mulai sadar akan ”aku”-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari
lingkungan atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara
dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan ada dua pihak yang yang
berhadapan yaitu ”aku”-nya dan orang lain.
Pada masa
ini berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung
jawab. Oleh karena itu, agar tidak berkembang sikap membandel anak yang tidak
terkontrol, pihak orang tua perlu menghadapinya dengan bijaksana, penuh kasih
sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai menampakkan keinginan
untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya mereka masih
membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, atau curahan kasih sayang dari orang
tua.
Aspek-aspek
perkembangan kepribadian anak meliputi beberapa hal berikut:
a) Ketergantungan vs Citra Diri (Dependency vs Image).
Konsep anak
prasekolah tentang dirinya sulit dipahami dan dianalisis, karena keterampilan
bahasanya belum jelas dan pandangannya terhadap orang lain masih egosentris.
Mereka memiliki pandangan dan persepsi yang kompleks, tetapi belum dapat
menyatakannya. Perkembangan sikap ”independensi”
dan kepercayaan diri anak terkait dengan cara perlakuan orang tuanya. Sebagai
orang tua, mereka memberikan perlindungan kepada yang dari sesuatu yang
membahayakan dan dari kefrustasian. Gaya perlakuan orang tua kepada anaknya
ternyata sangat beragam, ada yang memanjakan, bersikap keras, penerimaan dan
kasih sayang, serta acuh tak acuh (permisif). Masing-masing perlakuan itu
cenderung memberikan dampak yang beragam bagi kepribadian anak.
b) Inisiatif vs Rasa Bersalah (Initiative vs Guilt)
Erik
Erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak usia prasekolah satu krisis
perkembangan, karena mereka kurang menjadi dependen dan mengalami konflik
antara initiative dan guilt. Kemampuan anak berkembang, baik
secara fisik maupun intelektual. Selain itu, rasa percaya diri juga berkembang
untuk melakukan sesuatu. Mereka menjadi lebih mampu untuk mengontrol lingkungan
fisik sebagaimana ia mampu mengontrol tubuhnya. Anak mulai memahami bahwa orang
lain memiliki perbedaan dengan dirinya, baik menyangkut persepsi maupun
motivasi dan mereka menyenangi kemampuannya untuk melakukan sesuatu.
Pada tahap
ini, anak sudah siap dan berkeinginan untuk belajar dan bekerja sama dengan
orang lain guna mencapai tujuannya. Hal yang berbahaya pada tahap tidak
tersalurkannya energi yang mendorong anak untuk aktif (dalam memenuhi
keinginannya), karena mengalami hambatan atau kegagalan, sehingga anak
perkembangan kepribadian anak, dia bisa menjadi nakal atau pendiam.
7. Perkembangan Moral
Pada masa
ini, anak sudah memiliki dasar sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya
(orang tua, saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan
temannya, anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku nama yang
baik/boleh/diterima/disetujui/atau buruk/tidak boleh. Berdasarkan pengalamannya
itu, maka pada masa ini harus bertingkah laku (seperti mencuci tangan sebelum
makan, menggosok gigi sebelum tidur).
Pada saat
mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah atau menanamkan disiplin pada
anak, orang tua atau guru hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya.
Penanaman disiplin dengan disertai alasan ini diharapkan akan mengembangkan self control atau self discipline pada anak. Apabila penanaman disiplin ini tidak
diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat doktrin, biasanya akan
menghasilkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan perkataan kasar.
Pada usia
prasekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang meliputi sikap simpati, ”generosity” (murah hati), atau sikap ”alturism”, yaitu kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain. Sikap ini lawan dari sikap egosentris atau ”selfishness”(mementingkan diri sendiri).
Dalam
rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah ini, sebaiknya orang tua
atau guru-guru TK, melakukan upaya-upaya berikut:
a) Memberikan contoh atau tauladan yang baik,
dalam berperilaku atau bertutur kata;
b) Menanamkan kedisiplinan pada anak, dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan
tata krama atau budi pekerti luhur;
c) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai
moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita,
seperti tentang riwayat orang-orang baik (para nabi dan pahlawan), dunia
binatang yang mengisahkan tentang nilai kejujuran, kedermawanan, kesetiakawanan
atau kerajinan
8. Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran
beragama pada anak usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sikap keagamaanya bersifat reseptif
(menerima) meskipun banyak bertanya;
b) Pandangan ketuhanannya bersifat antrhopormoph (dipersonifikasikan);
c) Penghayatannya masih secara rohaniah masih
superfisial (belum mendalam) meskipun
mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual;
d) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan
pribadinya) sesuai taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang
segala sesuatu dari sudut dirinya) (Abin Syamsyudin Makmun, 1996).
Pengetahuan
anak tentang agama terus berkembang berkat: (1) mendengarkan ucapan-ucapan
orangtua; (2) melihat sikap orang tua dalam mengamalkan ibadah; dan (3)
pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orangtuanya.
Mengenai
pentingnya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak usia ini, Zakiyah Daradjat
(1970; 111) mengemukakan bahwa umur usia prasekolah adalah usia yang paling
subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan
kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama, melalui permainan dan
perlakuan dari orangtua dan guru. Keyakinan dan kepercayaan guru Taman
Kanak-kanak itu akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak.
2.3 Konsep
Dasar Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah
2.3.1 Pengertian
Hospitalisasi Dan Respon Perilaku Pada Anak Usia Prasekolah yang Baru Mengalami
Hospitalisasi.
Dimana yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hospitalisasi pada anak yaitu suatu
keadaan sakit dan harus di rawat di rumah sakit, yang terjadi pada anak dan
keluarganya. Yang mana menimbulkan suatu kondisi krisis baik bagi anak maupun
keluarganya. Berbagai macam penyebab hospitalisasi adalah sebagai berikut:
a) Stress karena adanya perubahan status kesehatan
dan kebiasaan sehari-hari;
b) Anak mempunyai keterbatasan terhadap mekanisme
koping untuk memecahkan kejadian-kejadian stress.
Bagaimana anak
memahami, bereaksi terhadap hospitalisasi dan metode koping yang digunakan saat
sakit adalah sangat dipengaruhi oleh stressor yang ada selama fase
perkembengannya. Stressor utama selama hospitalisasi adalah: perpisahan,
kehilangan kontrol, trauma pada tubuh dan nyeri serta reaksi perilaku anak.
2.3.2 Respon
Perilaku Pada Anak Usia Prasekolah yang Baru Pertama Kali Masuk Rumah Sakit
Anak yang baru
masuk rumah sakit biasanya sulit untuk beradaptasi tahapan-tahapan yang dilalui
pada anak yang baru pertama kali masuk rumah sakit adalah sebagai berikut:
2.3.2.1
Kecemasan
Karena Perpisahan Pada Anak Usia Prasekolah
Stress yang utama
pada usia pertengahan bayi-prasekolah khususnya untuk anak usia 15 sampai 30
bulan adalah kecemasan karena perpisahan. Pada usia ini perkembangan
psikososial yang terjadi adalah adanya rasa otonomi yang mempengaruhi
perkembangan rasa percaya diri dan harga diri. Hubungan dengan orang lain
bersifat egosentris, perpisahan merupakan faktor penyebab terjadinya cemas pada
anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak mempunyai sifat ketergantungan yang
besar terhadap orang tua. Kecemasan karena perpisahan juga disebut “depresi analiktik” respon perilaku yang
ditimbulkannya dibagi menjadi tiga fase :
1. Fase
protes
Fase protes akan
berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari, dengan menunjukkan
perilaku sebagai berikut:
a. Menangis kuat, akan berhenti bila capek.
b. Menjerit mencari orang tua dengan pandangan mata.
c. Menilak dan menghindari orang tua yang tak dikenal
dengan cara menendang, menggigit, memukul, mencakar. Namun keluarga barada
disampinya anak akan dan tidak memperbolehkan pergi.
Pada fase ini
pendekatan yang dilakukan oleh perawat atau tim kesehatan lain, lebih baik
diminimalkan untuk menghindari reaksi protes yang lebih keras dari anak.
2. Fase
putus asa
Setelah fase
perotes anak akan mengalami fase putus asa dengan menunjukan prilaku sebagai
berikut :
a. Anak berhenti menangis;
b. Tidak aktif;
c. Menarik diri terhadap orang lain;
d. Sedih;
e. Tidak interes dengan lingkungan;
f. Tidak mau berkomunikasi;
g. Tingkah laku kembali pada perkembangan sebelumnya
seperti menghisap ibu jari;
h. Anak akan menolak untuk makan, minum dan
beraktifitas;
Tingkah laku pada
fase ini akan berakhir dalam jangka waktu yang berfariasi.
3. Fase menolak / menyesuaikan diri (denial /detachement)
Fase ini biasanya
terjadi setelah mengalami perpisahan beberapa waktu dengan orang tua, dengan
menunjukan perilaku sebagai berikut:
a) Rasa interes dengan lingkungan meningkat;
b) Mau berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal
atau pemberi pelayanan yang sudah dikenal oleh anak;
c) Anak tampak lebih gembira.
Pada fase ini anak
mulai menerima rasa perpisahan dengan orang tuanya atau keluarganya.
Pada anak usia
prasekolah respon karena perpisahan berupa anak lebih membina hubungan
intrerpersonal dari pada masa todler. Mereka dapat menerima
perpisahan/mentolelir perpisahan dengan orang tuanya dan cenderung membina
hubungan dengan orang dewasa lainya.
a)
Menolak
untuk makan, sukar tidur,menangis perlahan pada orang tuanya, sering bertanya
saat orang tuanya berkunjung atau menarik diri dari yang lain.
b)
Mengekpresikan
marah secara tak langsung dengan membanting boneka, memukul anak lain, atau
menolak untuk kooperatif selama tindakan keperawatan.
2.3.2.2
Kehilangan
Kendali (Loss of Control)
Salah satu faktor
yang mempengaruhi stress pada anak yang dirawat adalah faktor kemampuan
mengedalikan diri. Kehilangan kendali akan meningkatkan persepsi terhadap
ancaman dan dapat mempengaruhi kemampuan koping dari anak. Walaupun stimulasi
sensori yang biasa berkurang, stimulasi tambahan dari rumah sakit, seperti :
sinar, bunyi-bunyian dan bau-bauan yang berlebihan mungkin akan meningkatkan
kehilangan kendali pada anak yang dirawat. Penyebab utama dari kehilangan
kendali adalah keterbatasan fisik, perubahan dari aktifitas rutin dan tingkat
ketergantungan anak.
Pada anak usia
prasekolah, kehilangan kendali disebabkan oleh pembatasan aktifitas fisik,
perubahan rutinitas dan adanya ketergantungan. Egosentris dan pemikiran magic
menyebabkan mereka tidak mampu mengerti tentang hal-hal yang terjadi secara
rasional, karena mereka menterjemahkan menurut pandangan sendiri. Misalnya
menganggap proses penyakit dan hospitalisasi merupakan hukuman sehinga anak
merasa takut, bersalah dan malu.
2.3.2.3
Trauma Fisik
Dan Nyeri
Ketakutan akan
trauma fisik dan nyeri sekali terjadi pada anak. Dalam merawat anak, perawat
harus memberikan perhatian khusun terhadap respon nyeri sesuai dengan tahap
perkembangan.
Pada anak
prasekolah karakteristik respon nyeri dimanifestasikan dalam bentuk :
a)
Ekspresi
verbal lebih dapat diungkapkan, tetapi anak mungkin mengungkapkanya secara
kasar.
b)
Menangis kuat
dan menjerit-jerit
c)
Menghindari
stimulus eksternal sebelum sampai kepada dirinya.
d) Memohonkan dukungan emosi pada orang tuanya
seperti minta dipeluk.
2.3.3
Respon
Perilaku Pada Anak Usia Prasekolah yang Sudah Mengalami Hospitalisasi
Biasanya anak yang
sudah mempunyai pengalaman hospitalisasi dia akan mudah untuk beradaptasi
walaupun kadang masih menangis dan menolak tindakan yang dilakukan oleh perawat
dan pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit, anak juga tetap melalui
tahapan-tahapan pada umumnya apabila anak masuk rumah sakit, sikap yang
ditunjukkan oleh anak apabila dia sudah dapat menerima tindakan yang dilakukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit misalnya seperti:
a) Anak sudah mau diajak berbicara oleh perawat dan
pemberi pelayanan kesehatan lainnya;
b) Anak sudah mau melakukan kontak mata;
c) Menerima benda-benda yang diberikan;
d) Anak akan membiarkan sentuhan fisik yang dilakukan
oleh perawat maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya;
e)
Memilih
duduk diatas kursi periksa dibanding di pangkuan orang tua.
2.3.4
Penilaian respon
perilaku pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi
Penilaian respon perilaku :
1.
Adaptif, jika >50%
2.
Mal Adaptif, jika <50%
2.4 Konsep
Sehat dan Sakit
2.4.1
Pengertian
Sehat dan Sakit
Kesehatan yang baik
atau kesejahteraan suatu kondisi di mana tidak hanya bebas dari penyakit.
Membuat definisi kesehatan tidaklah mudah karena setiap orang mempunyai konsep
kesehatan sendiri. Sehat bukanlah suatu pengetahuan ilmiah yang diperoleh atau
suatu benda, suatu bagian tubuh, atau suatu fungsi tubuh misalnya pendengaran,
penglihatan, atau pernapasan. Sehat adalah keadaan di mana seseorang
mendefinisikannya sesuai dengan nilai yang ada pada dirinya.
Definisi WHO
tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep
sehat yang positif (Edelman dan Mandle, 1994):
a) Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang
menyeluruh;
b) Memandang sehat dengan mengidentifikasikan
lingkungan internal dan eksternal;
c) Penghargaan terhadap pentingnya peran individu
dalam hidup.
2.4.2
Rentang Sehat
Rentang ini diawali
dari status kesehatan sehat normal, sehat sekali dan sejahtera. Dikatakan sehat
bukan hanya bebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, sosial dan spiritual.batasan sehat
itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara
fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan
(WHO, 1947), berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui
karakteristik sehat sebenarnya adalah : pertama,
memiliki kemampuan merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia; kedua, memiliki pandangan terhadap sehat
dalam konteks lingkungan, baik secara internal maupun eksternal; dan ketiga, memiliki hidup yang kreatif dan
produktif.
1. Faktor Pengaruh Status Kesehatan
Status kesehatan
merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentan sehat-sakit yang
bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh perkembangan, sosial kultural, pengalaman
masa lalu, harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan, dan
pelayanan.
a.
Perkembangan
Status kesehatan
dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempunyai arti bahwa perubahan
status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan itu dimulai dari
usia bayi sampai usia lanjut yang memiliki pemahaman dan respon terhadap
perubahan kesehatan yang berbeda beda. Respon dan pemahaman itulah yang dapat
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Apabila seseorang merespon dengan baik
terhadap perubahan kesehatan, maka akan memiliki kesehatan yang baik sehingga,
mencapai kesehatan yang optimal, demikian sebaliknya apabila seseorang yang
merespon dengan tidak baik terhadap perubahan status kesehatan bagi dirinya,
maka dapat menimbulkan perubahan status kesehatan yang kurang. Sebagai contoh,
perubahan status kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh perkembangan adalah pada
bayi atau anak-anak yang tahap perkembangan belum mencapai kematangan, maka
status kesehatanya sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Bayi dan anak anak
mudah sekali terkena penyakit apabila dibandingkan dengan orang dewasa yang
sudah memiliki perkembangan yang matang. Demikian juga pada usia lanjut di mana
semua daya imunitasnya akan menurun, maka akan mempengaruhi status kesehatan
sehinga orang yang lanjut usia akan rentan sekali terhadap penyakit dan mudah
terjadi perubahan status kesehatan.
b.
Sosial dan kultural
Sosial dan
kultural dapat juga mempengaruhi proses perubahan status kesehatan seseorang
karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan
perubahan dalam perilaku kesehatan. Contohnya seseorang yang memiliki
lingkungan tempat tinggal yang kotor namun jarang terjadi penyakit pada lingkungan itu, maka
akan timbul anggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat, demikian juga seseorang
yang memiliki sosial ekonomi yang rendah akan berespon baik ketika mengalami
penyakit flu dan menganggap hal tersebut tidak menjadi masalah, akan tetapi
apabila penyakit flu tersebut terjadi pada seseorang dengan sosial ekonomi
tinggi, maka hal tersebut akan mempengaruhi proses kesehatannya sehingga
dianggap sebagai masalah kesehatan yang dapat menggangu dirinya dalam
kesehatan.
c.
Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa
lalu dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan yang tidak diinginkan atau
pengalaman kesehatan yang buruk sehingga berdampak besar dalam status kesehatan
selanjutnya. Contohnya seseorang yang pernah mengalami diare yang menyebabkan
dirinya masuk rumah sakit, maka dalam kehidupanya sehari hari seseorang
tersebut akan selalu berupaya untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalunya
dengan mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan diare.
d.
Harapan seseorang tentang dirinya
Harapan merupakan
salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status kesehatan ke arah yang optimal. Harapan dapat menghasilkan
status kesehatan ke tingkat yang lebih baik secara fisik maupun psikologis,
karena melalui harapan akan timbul motivasi bergaya hidup sehat dan selalu
menghindari hal hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan dirinya.
e.
Keturunan
Keturunan juga
memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi
perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik, walaupun
tidak besar tetapi akan mempengaruhi respon terhadap berbagai penyakit.
f.
Lingkungan
Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan fisik seperti sanitasi lingkungan, kebersihan diri,
tempat pembuangan air limbah atau kotoran serta rumah yang kurang memenuhi
persyaratan kesehatan sehingga dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat yang
dapat merubah status kesehatan.
g.
Pelayanan
Pelayanan
kesehatan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem pelayanan yang dapat
mempengaruhi status kesehatan. Hal ini dapat dijumpai apabila tempat pelayanan
kesehatan terlalu jauh atau kualitas dalam memberikan pelayanan kurang baik,
sehingga dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku hidup sehat.
2.4.3
Rentang Sakit
Rentang sakit
merupakan rangkaian dalam konsep sehat-sakit. Rentang ini dimulai dari keadaan
setengah sakit, sakit, sakit kronis dan kematian. Sakit pada dasarnya merupakan
keadaan terganggunya seseorang dalam proses tumbuh kembang fungsi tubuh secara
keseluruhan atau sebagian, serta terganggunya proses penyesuaian diri manusia,
sakit juga bisa dikatakan sebagai gangguan dalam fungsi yang normal di mana
individu sebagai totalitas dari keadaan organisme sebagai sistem biologis dan
adaptasi sosial (Parson, 1972). Sakit dapat diketahui dari adanya suatu gejala yang dirasakan serta
terganggunya kemampuan individu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan
pengertian sakit diatas, maka muncul suatu istilah yang dikatakan sebagai
penyakit. Menurut pandangan medis penyakit dapat digambarkan sebagai gangguan
dalam fungsi tubuh yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas tubuh sehingga
responnya dapat berupa sakit. Melalui batasan ketiga istilah tersebut, antara
sehat dan sakit dapat dihubungkan dengan gambaran sebagai berikut
Sehat Sakit
|
|
Selain itu sakit
dapat diartikan sebagai hasil dari interaksi antara seseorang dengan
lingkungan, dimana terjadinya kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan
sehingga menimbulkan ketidakkeseimbangan antara faktor host, agent dan
lingkungan.
1.
Tahapan Proses Sakit
a.
Tahap gejala
Tahap ini
merupakan tahapan awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya
perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gajala yang dapat
meliputi gejala fisik seperti adanya perasaan nyeri, panas dan lain lain
sebagai manifestasi terjadinya ketidakseimbangan dalam tubuh. Setiap gejala
timbul sebagai manifestasi fisik.
b.
Tahap asumsi terhadap penyakit
Pada tahap ini
seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang dialaminya dan akan
merasakan keragu-raguan pada kelainan atau gangguan yang dirasakan pada
tubuhnya. Setelah mengiterpretasi gejala itu, maka seseorang akan merespon
dalam bentuk emosi terhadap gejala tersebut seperti merasakan ketakutan atau
kecemasan. Untuk mengatasi ketakutan atau kecemasan tersebut, kemudian
dilakukan proses konsultasi dengan orang sekitar atau orang yang dianggap lebih
mengetahui atau datang ke tempat pengobatan. Tahap ini dapat berakhir dengan
ditemukan gejala yang pasti dan terjadi perubahan dari sakitnya. Proses ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan atau pengalaman
masa lalu.
Dalam kondisi
ini sesorang dapat melakukan peran selama sakit dengan tujuan memperoleh
kesehatan, peran tersebut menurut parson dapat meliputi: pertama, klien tidak memegang tanggung jawab untuk kondisi selama sakit; kedua, klien dibebaskan dari tugas dan
fungsi sosial; ketiga, klien
diharuskan untuk berusaha untuk memperoleh kondisi sehat secepat mungkin; keempat, klien dan keluarga mencari
orang yang kompeten.
c.
Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
Tahap ini
seseorang telah mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta
nasehat dari profesi kesehatan misalnya dokter, perawat atau lainnya yang
dilakukan atas inisiatif sendiri. Proses pencarian informasi ini dilakukan
untuk mencari pembenaran keadaan sakitnya, kemudian untuk mengetahui
gejala-gejala yang tidak dimengerti oleh klien dan adanya keyakinan bahwa
dirinya akan lebih baik. Jika setelah konsultasi tidak ditemukan gejala yang
ada, maka klien akan menganggap dirinya telah sembuh. Namun apabila gejala
tersebut muncul kembali, maka dirinya akan kembali datang ke pelayanan
kesehatan.
d.
Tahap ketergantungan
Tahap ini
terjadi setelah seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang tentunya akan
mendapatkan bantuan pengobatan sehingga seseorang sudah mulai ketergantungan
dalam pengobatan akan tetapi tidak semua orang mempunyai tingkat ketergantungan
yang sama melainkan berbeda berdasarkan tingkat kebutuhannya. Kondisi ini juga
dapat dipengaruhi oleh kondisi penyakitnya. Tahapan ini dapat dilakukan dengan
pengkajian kebutuhan terhadap ketergantungan dan dapat diberikan support agar
seseorang mengalami kemandirian.
e.
Tahap penyembuhan
Tahapan ini
merupakan tahapan terakhir menuju kembalinya kemampuan untuk beradaptasi, di
mana seseorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya selama
sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit serta adanya persiapan untuk
berfungsi dalam kehidupan sosial. Peran tenaga kesehatan di sini membantu untuk
meningkatkan kemandirian serta memberikan harapan dan kehidupan menuju
kesejahteraan.
2.
Dampak Sakit
Dampak sakit
terjadi pada individu yang telah mengalami sakit naik yang dirawat di rumah
maupun dirawat di rumah sakit. Dampak tersebut dapat terjadi pada
individu, keluarga, masyarakat.
Dampak-dampak tersebut antara lain:
a) Terjadi
perubahan peran dalam keluarga. Selama sakit peran dalam keluarga akan
mengalami gangguan mengingat terjadi penggantian peran dari anggota keluarga
yang mengalami sakit;
b) Terjadi
gangguan psikologis. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya stres
(ketegangan) sampai mengalami kecemasan yang berat, apabila apabila
psikologisnya tidak disiapkan dengan baik. Proses terganggunya psikologis ini
diawali dengan adanya kondisi terhadap dirinya seperti kecemasan, ketakutan,
dan lain-lain;
c) Masalah
keuangan. Dampak ini terjadi karena adanya beberapa pengeluaran keuangan yang
sebelumnya tidak diduga selama sakit mengingat biaya perawatan dan obat-obatan
yang cukup mahal;
d) Kesepian
akibat perpisahan. Dampak ini dapat terjadi pada seseorang yang sebelumnya
selalu berkumpul dengan keluarga, namun ketika sakit orang tersebut harus
dirawat dan berpisah dengan keluarga;
e) Terjadi
perubahan kebiasaan sosial. Ini jelas terjadi mengingat selama di rumah
interaksi dengan lingkungan masyarakat selalu terjadi akan tetapi ketika
seseorang ssakit seluruh aktivitas sosialnya akan mengalami perubahan;
f) Terganggunya
privasi seseorang. Privasi seseorang akan ditujukan pada perasaan menyenangkan
merefleksikan tingkat penghargaan seseorang. Perasaan menyenangkan ini akan
mengalami gangguan karena aktivitasnya terganggu sehingga membuat perasaan
tidak menyenangkan akan mengakibatkan penghargaan sosial sulit dicapai;
g) Otonomi.
Telah disediakannya segala kebutuhan
pasien di rumah sakit mengakibatkan menurunnya aktivitas pada pasien karena
keadaan untuk mandiri dan mengatur diri sendiri sulit dicapai sehingga pasien
akan selalu memiliki ketergantungan;
h) Terjadi
perubahan gaya hidup. Adanya peraturan dan ketentuan dari rumah sakit khususnya
perilaku sehat serta aturan dalam makanan, obat dan aktivitas agar menghindari
hal-hal yang dilarang sesuai dengan ketentuan proses perawatan dan pengobatan.
3.
Perilaku Pada Orang Sakit
Selain dampak
yang terjadi akibat keadaan sakit atau dirawat di rumah sakit, seseorang pun
selama sakit akan mengalami perubahan dalam berperilaku yang berdampak pada
dirinya. Adapun perubahan yang terjadi selama sakit antara lain:
a.
Adanya perasaan ketakutan
Perubahan
perilaku ini dapat terjadi pada semua orang dengan ditandai dengan perasaan takut sebagai dampak dari sakit.
Apabila sikap penerimaan terhadap sakitnya serta dampak yang ditimbulkannya
belum dapat diterima secara penuh oleh seseorang yang mengalami sakit, maka
orang tersebut akan dihantui perasaan ketakutan dan hal ini apabila dibiarkan
akan mengganggu status mental seseorang;
b.
Menarik diri
Pada orang yang
sakit akan selalu mengalami proses kecemasan. Tingkat kecemasan yang dialami
setiap orang pun akan berbeda. Untuk mengurangi kecemasan, maka seseorang akan
berperilaku menarik diri seperti diam jika tidak diberi pertanyaan. Hal
tersebut sebagai upaya untuk menghindari kecemasan;
c.
Egosentris
Perilaku ini
dapat terjadi pada orang sakit yang ditunjukan dengan selalu mempersoalkandirinya
sendiri dan tidak mau mendengarkan perasaan orang lain atau memikirakan orang
lain. Perilaku ini juga ditunjukkan dengan selalu ingin bercerita tentang
penyakitnya;
d.
Sensitif terhadap persoalan kecil
Pada orang sakit
perubahan perilaku ini biasanya selalu ditimbulkan dengan selalu mempersoalkan
hal-hal kecil sebagai dampak terganggunya psikologis seperti selalu mengomel
jika keadaan tersebut tidak sesuai dengan dirinya;
e.
Reaksi emosional tinggi
Perilaku ini
dapat ditunjukkan dari seseorang yang mengalami sakit dengan mudah menamgis,
tersinggung, marah serta tuntutan perhatian yang lebih dari seseorang
disekitarnya;
f.
Perubahan persepsi
Terjadi
perubahan persepsi selama sakit ini dapat ditunjukkan dengan timbul persepsi
bahwa dokter dan perawat adalah orang yang dapat membantu untuk menyembuhkannya
sehingga menaruh harapan sangat besar terhadap dokter dan perawat tersebut;
g.
Berkurangnya minat
Perubahan
perilaku yang ditunjukkan pada seseorang yang mengalami sakit ini adalah
berkurangnya minat karena terjadinya stres (ketegangan) yang diakibatkan
penyakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1
Kerangka Konseptual
3.1.1
Definisi
Kerangka
konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang
peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang
dianggap penting untuk masalah. Singkatnya, kerangka konsep membahas saling
ketergantungan antarvariabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi
atau hal yang sedang atau akan diteliti (Sekaran, 2006).
Penyusunan
kerangka konsep akan membantu kita untuk membuat hipotesis, menguji hubungan
tertentu, dan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan teori
yang hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau variabel (Nursalam,
2003).
|
|
BAB 4
METODE
PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Rancangan atau desain penelitian
adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan
pemaksimalan kontrol beberapa faktor-faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam,
2003).
Dalam penelitian ini desain
penelitian yang digunakan deskriptif (komparatif). Artinya penelitian
deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif.
Disini peneliti akan menggambarkan tentang perbedaan respon perilaku anak usia
prasekolah yang baru pertama kali masuk rumah sakit dengan yang sudah lebih
dari satu kali masuk rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data,
membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmojo, 2005)
Desain penelitian komparatif
maksudnya adalah mengkaji perbandingan/perbedaan terhadap pengaruh (efek) pada
kelompok subyek tanpa adanya suatu perlakuan atau rekayasa dari peneliti
(Nursalam, 2003)
4.2 Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah suatu profesi yang abstrak, logika secara
harfiah dan akan membantu penelitian dalam menghubungkan hasil penelitian
dengan body of knowledge (Nursalam, 2003).
Gambar 4.2 Kerangka Kerja
4.3
Populasi Penelitian
Populasi adalah Keseluruhan dari
suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti ( Nursalam , 2008). Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah anak usia prasekolah yang baru
pertama kali masuk rumah sakit sejumlah 30 anak dan yang sudah lebih dari 1
kali masuk rumah sakit sejumlah 8 anak.
4.4
Sampel, Besar Sampel dan Tekhnik Sampling
4.3.1
Sampel
Sampel adalah sebagian dan
keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoadmojo, 2005). Dalam penelitian ini sampel yang dipilih harus memenuhi
kriteria penelitian yang ditetapkan oleh peneliti.
Adapun kriterianya adalah
a.
Anak usia prasekolah (2-6
tahun)
b.
Anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit yang dirawat baru selama < 3
hari
c.
Anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit
d.
Anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang mendapat persetujuan penelitian dari orang tua
4.3.2
Besar Sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota
yang akan menjadi sampel (Nursalam, 2003).
Besar sampel anak usia prasekolah
yang baru pertama kali masuk rumah sakit
|
n = 27 anak
Besar sampel anak
usia prasekolah yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit
n = 7 anak
Jadi besar sampel masing-masing
sampel menggunakan perbandingan 1:1 yaitu 7 anak yang baru pertama kali MRS dan
7 anak yang sudah > 1 kali MRS
4.3.3
Tekhnik Sampling
Sampling adalah proses menyelesaikan
porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi, tekhnik sampling adalah
cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2003). Pada
penelitian ini menggunakan non probabilitiy sampling (Purposive Sampling) atau
disebut juga Judgment Sampling yaitu tehnik pemetaan sampling dengan cara
memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti,sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang
telah dikenal sebelumnya ( Nursalam, 2003 ).
4.5
Waktu dan Tempat Study Pendahuluan
Waktu study pendahuluan dimulai
tanggal 26 Juli sampai dengan 14 Agustus 2010 di IRNA Anggrek RS dr. Iskak
Tulungagung.
4.6
Variabel dan Definisi Operasional
4.6.1
Variabel
Variabel adalah subyek penelitian
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006), yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah: sikap (respon perilaku) pada anak
usia prasekolah (2-6 tahun), dan sub varabelnya ada dua yaitu : sikap (respon
perilaku) pada anak usia prasekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk
rumah sakit dan sikap (respon perilaku) anak usia prasekolah (2-6 tahun) yang
sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit
4.6.2
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi
berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan
tersebut. Karakteristik yang diamati (diukur) itu merupakan kunci definisi
operasional. (Nursalam, 2003).
Tabel 4.6.2 definisi operasional
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Parameter
|
Alat
Ukur
|
Skala
|
Skor
|
Sikap (respon perilaku) anak
usia prasekolah yang baru pertama kali masuk rumah sakit dan yang sudah >
dari 1 kali MRS
|
Sikap (respon perilaku) merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan oleh anak usia prasekolah karena telah
mendapatkan stimulus dari suatu perilaku dari seseorang yang lainnya
|
- Maladaptif
1. Kecemasan karena
perpisahan:
a. Fase protes,
b. Fase putus asa,
c. Fase menolak
2. Kehilangan kendali,
3. Trauma fisik dan nyeri
-
Adaptif
f)
Anak sudah mau diajak berbicara oleh perawat dan
pemberi pelayanan kesehatan lainnya;
g)
Anak
sudah mau melakukan kontak mata;
h)
Menerima
benda-benda yang diberikan;
i)
Anak
akan membiarkan sentuhan fisik yang dilakukan oleh perawat maupun pemberi
pelayanan kesehatan lainnya;
j) Memilih duduk diatas kursi periksa
dibanding di pangkuan orang tua.
|
Observasi
|
Ordinal
|
Untuk pernyataan positif jika
Ya diberi nilai 1, jika Tidak diberi nilai 0, untuk pernyataan negatif jika
Ya diberi nilai 0, jika tidak diberi nilai 1
Penilaian respon perilaku :
1. Adaptif, jika >50%
2. Mal Adaptif, jika <50%
|
4.7
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu
proses pendekatan pada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini
pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi pada responden.
Instrumen adalah alat pada waktu
penelitian menggunakan suatu metode (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Kegiatan observasi
ini dilakukan untuk memperoleh data respon perilaku anak usia prasekolah yang
baru pertama kali masuk rumah sakit dan respon perilaku anak usia prasekolah
yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit.
4.8
Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses /
analisa yang dilakukan sistemik terhadap data yang telah dikumpulkan dengan
tujuan supaya bisa dideteksi ( Nursalam, 2003 ).
1.
Perhitungan Respon Perilaku
Dalam memberikan
penilaian respon perilaku anak usia prasekolah yang baru pertama kali masuk
rumah sakit dan yang sudah lebih dari 1 kali
masuk rumah sakit, Untuk pernyataan positif jika Ya diberi nilai 1, jika
Tidak diberi nilai 0, untuk pernyataan negatif jika Ya diberi nilai 0, jika tidak
diberi nilai 1
|
Dimana :
N = Nilai yang didapat
SP = Skor yang didapat
SM = Skor maksimal
Dari data diatas di
interprestasikan sebagai berikut :
1.
Adaptif, jika >50%
2.
Mal Adaptif, jika <50%
Data yang telah ditabulasi kemudian diinterpretasikan
dengan ketentuan sebagai berikut :
100% : Seluruh
responden
76%-99% : Hampir
seluruh responden
51%-75% : Sebagian
besar responden
50% : Setengah dari responden
26%-49%
: Hampir setengah dari responden
1%-25%
: Sebagian kecil dari responden
0% : Tidak satupun dari responden
4.9
Masalah Etika
Peneliti yang menggunakan manusia
sebagai objek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Tujuan peneliti harus
etis dalam arti hak responden harus dilindungi (Nursalam, 2003)Untuk itu
peneliti akan memulai study pendahuluan dengan responden dan tetap
mempertahankan etika penelitian yang meliputi
:
1.
Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan kepada
responden tujuannya adalah responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti
serta dampak yang dapat timbul dalam penelitian selama pengumpulan data, jika
subyek bersedia untuk diteliti maka responden menandatangani lembar
persetujuan. Dan apabila responden menolak untuk diteliti tidak akan
melakasanakan dan tetap menghormati hak responden (Hidayat A. Alimul, 2007).
2.
Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk kerahasiaan identitas
responden, peneliti tidak diperbolehkan untuk mencantumkan nama responden, nama
dicantumkan inisial (Hidayat A. Alimul, 2007).
3.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerangka informasi yang diberikan
oleh responden harus terjamin oleh peneliti (Hidayat A. Alimul, 2007)
4.10 Keterbatasan
Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan dalam
penelitian, dan keterbatasan dalam penelitian yang dihadapi peneliti antara lain
:
1.
Peneliti masih baru pertama kali melakukan
penelitian dan masih dalam proses belajar.
2.
Pengumpulan data dengan lembar observasi memungkinkan
responden merubah sikapnya (respon perilaku) sewaktu – waktu yang dapat merubah
hasil penelitian.
3.
Waktu dalam penelitian sangat penting dalam
menentukan hasil penelitian, apabila penelitian dengan waktu yang cukup maka
hasilnya akan baik akan tetapi apabila waktunya kurang maka didapatkan hasil
yang kurang baik.
4.
Pengolahan data hanya didapat dari informasi yang
dikumpulkan dari tinjauan pustaka.
BAB 5
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan pada tanggal 19 Maret sampai
dengan 3 April 2011 di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung . dari hasil penelitian ini
diuraikan mengenai data umum dan data khusus. Pada data umum menyajikan
karakteristik responden berdasarkan
usia, jenis kelamin, lama hari rawat, yang menunggu saat MRS, pengalaman masuk rumah sakit serta urutan
anak yang ke- dalam keluarga. Sedangkan data khusus menyajikan data-data hasil
penelitian mengenai perbedaan sikap (respon perilaku) pada anak usia prasekolah
(2-6 tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit dengan yang sudah lebih
dari 1 kali masuk rumah sakit dan perhitungan analisa data. Data-data yang
disajikan akan diketahui bagaimana perbedaan sikap (respon perilaku) pada anak yang baru pertama kali masuk rumah
sakit dengan yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit di ruang anak RSUD
dr. Iskak Tulungagung.
5.1
Hasil Penelitian
5.1.1
Gambaran
umum RSUD dr. Iskak Tulungagung
Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Iskak Tulungagung merupakan rumah sakit type B yang terletak
dijalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo. Dalam pelayanan terhadap pasien terdiri dari
unit rawat jalan dan unit rawat inap, adapun rinciannya sebagai berikut:
|
a.
Unit Rawat Jalan (Poli)
1. Poli
THT
2. Poli
Mata
3. Poli
Anak
4. Poli
Penyakit Dalam
5. Poli
Kulit Kelamin
6. Poli
Obstetric dan Genokologi
7. Poli
Jantung
8. Poli
Umum
9. Poli
Bedah
10. Poli
Syaraf
11. Poli
Gigi
12. Poli
Paru
13. Poli
Psikiatri
14. Poli
Endoskopi
b.
Unit Rawat Inap (IRNA)
1. Irna
Wijaya Kusuma
2. Irna
Flamboyan
3. Irna
Dahlia
4. Irna
Anggrek
5. Irna
Cempaka
6. Irna
Sedap Malam
7. Irna
Bougenvile
8. Irna
Widuri (HCU)
9. Irna
Mawar
10. Irna
Melati
11. Ruang
Bersalin
12. Unit
Gawat Darurat
13. ICU
14. Graha
Hita
Adapun
visi, misi dan motto RSUD dr. Iskak Tulungagung adalah sebagai berikut:
Visi : Mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu sehingga menjadi idaman pelanggan.
Misi :
1.
Melaksanakan pelayanan kesehatan yang
bermutu (cepat, mudah terjangkau, penuh perhatian dan keramahan).
2.
Meningkatkan sumber daya manusia yang
profesional dan mempunyai sebutan manusiawi.
3.
Mewujudkan rumah sakit bersinar bersih,
sehat, indah, aman dan menarik.
4.
Menciptakan lingkungan kerja yang
harmonis, penuh rasa kekeluargaan dan kesejahteraan pegawai yang memadai.
Motto : Kepuasan pelanggan dambaanku
Penelitian
ini dilakukan di ruang anak (Anggrek/Wijaya Kusuma) RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Ruangan ini terdiri dari 19 ketenagaan yang terdiri dari 17 perawat (3 orang
Sarjana Keperawatan dan 14 orang Ahli Madya Keperawatan), 1 pekarya, 1 tenaga
administrasi. Kapasitas ruangan terdiri 34 kapasitas tempat tidur dan 5 ruang
yaitu:
1.
PICU :
3 tempat tidur
2.
Isolasi :
2 tempat tidur
3.
Kelas 1 :
4 tempat tidur
4.
Kelas 2 :
5 tempat tidur
5.
Kelas 3 :
20 tempat tidur
5.1.2
Data Umum
Jumlah sampel
dari penelitian ini adalah 14 responden yaitu 7 responden pernah masuk rumah
sakit dan 7 responden diantaranya baru pertama kali masuk rumah sakit.
a. Distribusi responden
berdasarkan usia di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung bulan April 2011
|
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.1 :
Diagram batang distribusi usia di ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung pada
bulan April 2011.
Berdasarkan
diagram diatas menunjukkan bahwa dari 14 responden sebagian besar berusia >4
– 6 tahun (64,3%), sebagian kecil berusia 2 – 3 tahun (7,2%).
b. Distribusi
responden berdasarkan jenis kelamin di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung
bulan April 2011
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.2 : Diagram
batang distribusi jenis kelamin di ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung pada
bulan April 2011.
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 14 responden
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (57,2%) dan hampir setengahnya
(42,8%) berjenis kelamin perempuan.
c. Distribusi
responden berdasarkan lama dirawat di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung
bulan April 2011
|
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.3 : Diagram batang distribusi lama dirawat di
ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung pada bulan April 2011.
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 14 responden
sebagian besar lama dirawat 3-5 hari (78,5%) sebagian kecil 1-2 hari (7,2%).
d. Distribusi
responden berdasarkan yang menunggu di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung
bulan April 2011
|
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.4 : Diagram batang distribusi yang menunggu di
ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung pada bulan April 2011.
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 14 responden sebagian
besar yang menunggu ayah ibu (57,2%) sebagian kecil yang menunggu nenek (7,2%).
e. Distribusi responden
berdasarkan pengalaman MRS di ruang anak RSUD dr. Iskak Tulungagung bulan April
2011
|
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.5 : Diagram batang distribusi pengalaman MRS di
ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung pada bulan April 2011.
Berdasarkan diagram diatas menunjukkan 14 responden
sebagian besar sudah pernah MRS (50%) dan sebagaian besar (50%).
f. Distribusi
responden berdasarkan urutan anak ke- dikeluarga di ruang anak RSUD dr. Iskak
Tulungagung bulan April 2011
Sumber
: Lembar observasi, Andi, April 2011.
Gambar 5.6 :
Diagram batang distribusi anak ke- di ruang anak RSUD Dr. Iskak Tulungagung
pada bulan April 2011.
Berdasarkan
diagram diatas menunjukkan 14 responden hampir setengahnya anak ke 2 (42,8%),
sebagian kecil anak ke > 4 (14,3%).
5.1.2
Data Khusus
Tabel 1 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan
lembar observasi pada anak usia prasekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali
masuk rumah sakit.
No.
|
Keterangan
|
Jumlah
Responden
|
Prosentase
|
1.
|
Adaptif
> 50%
|
2
responden
|
28,5%
|
2.
|
Mal
adaptif < 50%
|
5
responden
|
71,5%
|
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
dari 7 responden anak usia prasekolah yang baru pertama kali masuk rumah sakit
yang adaptif hampir setengahnya (28,5%) dan yang mal adaptif sebagian besar
(71,5%)
Tabel 2: Distribusi
frekuensi responden berdasarkan lembar observasi pada anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit.
No.
|
Keterangan
|
Jumlah
Responden
|
Prosentase
|
1.
|
Adaptif
> 50%
|
4
responden
|
57,2%
|
2.
|
Mal
adaptif < 50%
|
3
responden
|
42,8%
|
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
dari 7 responden anak usia prasekolah yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah
sakit yang adaptif sebagian besar (57,2%)dan yang mal adpatif hampir
setengahnya (42,8%)
Tabel 3 : Distribusi frekuensi responden berdasarkan lembar observasi perbedaan pada anak usia prasekolah (2-6
tahun) yang baru pertama kali masuk rumah sakit dengan yang sudah lebih dari 1
kali masuk rumah sakit.
No.
|
Keterangan
|
Anak yang baru pertama kali MRS
|
Anak yang sudah lebih dari 1 kali MRS
|
Jumlah
|
|||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
||
1.
|
Adaptif
|
2
|
28,5%
|
4
|
57,2%
|
6
|
42,8%
|
2.
|
Mal adaptif
|
5
|
71,5%
|
3
|
42,8%
|
8
|
57,2%
|
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
dari 14 responden yang adaptif hampir setengahnya (42,8%), 2 anak baru pertama
kali masuk rumah sakit (28,5%) 4 anak sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit
(57,2%) dan yang mal adaptif sebagian
besar (57,2%), 5 anak baru pertama kali masuk rumah sakit (71,5%) 3 anak yang
sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit (42,8%).
5.2
Pembahasan
Pada pembahasan ini peneliti akan
memaparkan hasil penilitian yang telah dilakukan di ruang anak RSUD dr. Iskak
Tulungagung pada tanggal 19 Maret sampai 3 April 2011
5.2.1
Sikap (Respon Perilaku) Anak
Usia Prasekolah (2-6 Tahun) Yang Baru Pertama Kali Masuk Rumah Sakit.
Dari analisa dan interpretasi data
didapatkan bahwa dari 7 responden anak usia prasekolah yang baru pertama kali
masuk rumah sakit yang adaptif hampir setengahnya (28,5%) dan yang mal adaptif
sebagian besar (71,5%).
Pada anak yang baru pertama kali
masuk rumah sakit (MRS) biasanya akan melakukan penolakan tindakan-tindakan
dari perawat, terutama tindakan yang menimbulkan nyeri contohnya
tindakan-tindakan invasif (injeksi, pemasangan infus). Anak akan melakukan
tindakan seperti : menolak saat orang tua berkunjung/menarik diri dari yang
lain, mengekspresikan marah secara tidak langsung dengan membanting boneka,
memukul anak yang lain, atau menolak untuk kooperatif selama tindakan
keperawatan, menangis perlahan.
Dari data dan teori diatas
menunjukkan hampir setengahnya anak usia prasekolah yang baru pertama kali
masuk rumah sakit mempunyai sikap mal adaptif. Hal ini disebabkan proses
hospitalisasi anak merupakan suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah
sakit, yang terjadi pada anak maupun keluarganya. Bagi anak juga masuk rumah
sakit merupakan hal yang menakutkan karena anak harus mendapatkan
tindakan-tindakan keperawatan yang menyakitkan (tindakan invasif) dan anak juga
harus berpisah dengan kehidupannya yaitu dunia bermain dengan teman sebayanya
di lingkungan bermainnya.
5.2.2
Sikap (Respon Perilaku) Anak
Usia Prasekolah (2-6 Tahun) Yang Sudah Lebih Dari 1 Kali Masuk Rumah Sakit.
Dari
analisa dan interpretasi data didapatkan bahwa dari 7 responden anak usia
prasekolah yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit yang adaptif sebagian
besar (57,2%)dan yang mal adpatif hampir setengahnya (42,8%).
Anak yang sudah lebih dari 1 kali
masuk rumah sakit (MRS) akan mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar
tempat anak dirawat, sehingga anak lebih kooperatif saat perawat melakukan
tindakan keperawatan, anak beradaptasi dengan mudah karena anak memiliki
pengalaman masuk rumah sakit (MRS) sebelumnya.
Dari uraian diatas menunjukkan
bahwa hasil yang diperoleh yaitu anak yang sudah pernah masuk rumah sakit akan
menunjukkan sikap adaptif dikarenakan anak sudah mengenal lingkungan rumah
sakit yang diperoleh dari pengalaman masuk rumah sakit sebelumnya, selain itu
biasanya anak akan mendapatkan suatu dukungan-dukungan yang dapat memperkuat
mekanisme koping anak itu sendiri.
5.2.3
Perbedaan
sikap (respon perilaku) anak usia prasekolah (2-6 tahun) yang baru pertama kali
masuk rumah sakit dengan anak yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit.
Dari analisa dan
interpretasi dapat didapatkan dari 14 responden yang adaptif hampir setengahnya
(42,8%), 2 anak baru pertama kali masuk rumah sakit (28,5%) 4 anak sudah lebih
dari 1 kali masuk rumah sakit (57,2%)
dan yang mal adaptif sebagian besar (57,2%), 5 anak baru pertama kali
masuk rumah sakit (71,5%) 3 anak yang sudah lebih dari 1 kali masuk rumah sakit
(42,8%).
Hospitalisasi
pada anak yaitu suatu keadaan sakit dan harus di rawat di rumah sakit, yang
terjadi pada anak dan keluarganya. Yang mana menimbulkan suatu kondisi krisis
baik bagi anak maupun keluarganya. Berbagai macam penyebab hospitalisasi adalah
sebagai berikut:
c)
Stress karena adanya perubahan
status kesehatan dan kebiasaan sehari-hari;
d)
Anak
mempunyai keterbatasan terhadap mekanisme koping untuk memecahkan kejadian-kejadian stress.
Bagaimana anak memahami,
bereaksi terhadap hospitalisasi dan metode koping yang digunakan saat sakit
adalah sangat dipengaruhi oleh stressor yang ada selama fase perkembengannya.
Stressor utama selama hospitalisasi adalah: perpisahan, kehilangan kontrol,
trauma pada tubuh dan nyeri serta reaksi perilaku anak.
Selama anak mengalami hospitalisasi,
keluarga terutama orang tua memainkan peran yang bersifat mendukung selama masa
penyembuhan dan pemulihan anak. Dukungan yang dapat dilakukan guna mengurangi
tingkat stress pada anak misalnya dari pihak keluarga, terutama orang tua perlu
adanya pendampingan anak pada saat anak akan dilakukan tindakan invasif maupun
tindakan keperawatan lainnya oleh perawat, membawa mainan kesayangan yang
dimiliki oleh anak, memberikan penghargaan dengan cara memuji pada anak bila
anak telah dilakukan tindakan-tindakan dari perawat. Sedangkan dari pihak
perawat dapat mengatur suasana ruang perawatan anak yang sesuai dengan kondisi
di rumah, mengurangi pemakaian seragam yang berwarna putih, bersikap ramah dan
tamah kepada anak pada saat akan melakukan tindakan keperawatan. Apabila
dukungan dan tindakan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan/pemulihan
(rehabilitatif) sangat berkurang. (Friedman, 2003). Dukungan dan tindakan yang
rehabilitatif seperti ini juga sangat dibutuhkan bagi anak yang baru pertama
kali masuk rumah sakit (MRS), dengan dukungan dan tindakan rehabilitatif
tersebut akan membentuk koping diri yang kuat pada diri anak.
Dalam penelitian ini anak yang sudah
pernah masuk rumah sakit sebagian besar akan lebih bersikap adaptif daripada
anak yang baru pertama kali masuk rumah sakit, ini disebabkan mungkin pada anak
yang baru pertama kali masuk rumah sakit ia belum mempunyai pengalaman apapun
dalam menghadapi kondisinya saat sakit, dan di rumah sakit, walaupun
mendapatkan dukungan dari pihak manapun anak akan mengabaikannya karena anak
akan beranggapan bahwa rumah sakit dan sakit adalah suatu hal yang paling
menakutkan. Sedangkan pada anak yang sudah pernah masuk rumah sakit anak akan
mempunyai koping individu yang lebih kuat karena pengalaman masuk rumah sakit
sebelumnya hal ini juga ditambah dengan dukungan kuat dari pihak keluarga
maupun dari pihak pemberi pelayanan kesehatan.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan disajikan kesimpulan yang berisikan
jawaban dari tujuan peneliti dan saran sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian
6.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1. Sebagian besar anak usia prasekolah yang baru
masuk rumah sakit bersikap mal adaptif dan hampir setengahnya bersikap adaptif.
6.1.2. Sebagian besar anak usia prasekolah yang sudah
pernah masuk rumah sakit bersikap adaptif dan hampir setengahnya bersikap mal
adaptif.
6.1.3. Sebagian besar anak usia prasekolah yang masuk
rumah sakit bersikap mal adaptif dan hampir setengahnya bersikap adaptif.
6.2
Saran
Di dalam penelitian ini peneliti dapat membuat saran
bagi :
6.2.1
Bagi
Penelliti
|
6.2.2
Bagi Tenaga
Kesehatan
Dapat lebih meningkatkan pendekatan
yang terapiutik agar anak usia prasekolah yang masuk rumah sakit lebih bersikap
adaptif
6.2.3
Bagi Orang Tua Responden
Orang tua dapat
memberikan motivasi atau memberikan suatu stimulus yang dapat membuat anak
bersikap adaptif supaya anak dapat menerima semua tindakan-tindakan dari
pemberi jasa pelayanan kesehatan
6.2.4
Bagi Institusi
Institusi dapat lebih meningkatkan
lagi dalam memberikan ilmu dibidang perawatan anak sakit dan cara menyikapi
anak yang mengalami hospitalisasi
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
______________. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba Medika
______________. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta
: Salemba Medika
Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, S. (2002). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Hadi, S, (2004). Metodelogi Research. Yogyakarta: Andi
offset
Mansur, H. (2009). Psikologi
Ibu dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Notoatmojo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Potter, P, A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Vol. 1, E/4. Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan
kuantitatif, kualitatif dan R dan D). Bandung: CV. ALFABETA
Wirawan, S, S (2010). Pengantar Psikologi Umum, Jakarta:
Rajawali Pers
Wong, D, L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Yusuf, S. (2008). Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda Karya
|
Lampiran
1
Lampiran 2
Lampiran 3
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Calon Responden
Di Ruang Anggrek Rumah Sakit dr. Iskak
Tulungagung
Dengan Hormat,
Sehubungan akan diadakan penelitian oleh mahasiswa
Prodi D-III Keperawatan STIKES Karya Husada Pare-Kediri yang bernama ANDI SETIO
WAHYUDI (NIM 2008.03.006) dengan judul "Perbedaan Sikap (Respon Perilaku) Pada Anak Usia Prasekolah (2-6 Tahun) Yang Baru
Pertama Kali Masuk Rumah Sakit (MRS) Dengan Yang Sudah Lebih Dari 1 Kali Masuk
Rumah Sakit Di Ruang Anggrek Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung".
Adapun manfaat penelitian ini untuk mengetahui
perbedaan respon perilaku anak usia prasekolah yang baru pertama kali MRS
dengan yang sudah lebih dari 1 kali MRS
Maka peneliti mohon kesediaan saudara untuk mau
diteliti, semua data diri tentang anda akan dirahasiakan. Atas kesediaan saudara menjadi responden peneliti ucapkan terima kasih.
Tulungagung, April 2011
Peneliti
ANDI SETIO WAHYUDI
Lampiran 4
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Judul : Perbedaan Sikap (Respon
Perilaku) Pada Anak Usia Prasekolah (2-6 Tahun) Yang Baru Pertama Kali Masuk Rumah Sakit
(MRS) Dengan Yang Sudah Lebih Dari 1 Kali Masuk Rumah Sakit Di Ruang Anggrek
Rumah Sakit dr. Iskak Tulungagung".
Nama :
ANDI SETIO WAHYUDI
NIM : 2008.03.006
Pembimbing : ARIANI
SULISTYORINI.S.Pd.,S.Kep.,Ners
Bahwa saya diminta untuk berperan serta dalam penelitian ini sebagai
responden, sebelumnya dijelaskan tujuan penelitian ini dan kerahasiaan
identitas saya akan dilindungi. Bila penelitian yang diajukan menimbulkan
ketidak nyamanan bagi saya, peneliti akan menghentikan penelitian ini dan saya
berhak mengundurkan diri.
Demikian pernyataan saya buat secara sadar dan sukarela serta tidak ada
unsur paksaan dari pihak manapun, saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini.
Tulungagung, April
2011
Responden,
( )
Lampiran 5
LEMBAR OBSERVASI
PERBEDAAN SIKAP (RESPON PERILAKU)
PADA ANAK USIA (2-6 TAHUN)
PRASEKOLAH YANG BARU PERTAMA KALI MASUK RUMAH SAKIT DENGAN YANG SUDAH LEBIH
DARI 1 KALI MASUK RUMAH SAKIT DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT dr. ISKAK TULUNGAGUNG
A.
Data Umum
No. Responden :
Nama (Inisial) :
Usia :
1. 2-3 tahun
2. > 3-4 tahun
3. > 4-6 tahun
Jenis Kelamin :
1.Laki - laki
2.Perempuan
Lama Dirawat :
1. 1-2 hari
2. 3-5 hari
3.
5-7 hari
4.
> 7 hari
Yang Menunggu :
1.
Ayah ibu
2.
Ibu
3.
Ayah
4.
Ibu Nenek
5.
Nenek
Diagnosa Penyakit :
Pengalaman MRS :
1.
Pernah
2.
Belum pernah
Anak Ke- :
1.
1
2.
2
3.
3
4.
>4
Lampiran 6
B. DATA KHUSUS
RESPON
PERILAKU
|
YA
|
TIDAK
|
SKOR
|
1.
Fase protes
1.
Menangis kuat, akan berhenti
bila capek.
2. Menjerit mencari orang tua dengan
pandangan mata.
3.
Menendang, menggigit,
memukul, mencakar.
2.
Fase putus asa
3.
Fase menolak / menyesuaikan
diri (denial /detachement)
4.
Respon Adaptif
1.
Anak sudah mau diajak berbicara oleh perawat dan pemberi pelayanan
kesehatan lainnya;
2.
Anak sudah mau melakukan kontak mata;
3.
Menerima benda-benda yang diberikan;
4.
Anak akan membiarkan sentuhan fisik yang dilakukan oleh perawat maupun
pemberi pelayanan kesehatan lainnya;
5.
Memilih duduk diatas kursi periksa dibanding di pangkuan orang tua.
|
|
|
|
Lampiran 7
REKAPITULASI KARAKTERISTIK
RESPONDEN
Kode Responden
|
Usia
|
Jenis Kelamin
|
Lama Dirawat
|
Yang Menunggu
|
Pengalaman MRS
|
Anak Ke-
|
|
2
|
2
|
2
|
1
|
2
|
1
|
|
3
|
2
|
4
|
1
|
2
|
2
|
|
1
|
1
|
2
|
4
|
2
|
2
|
|
2
|
1
|
2
|
1
|
1
|
2
|
|
3
|
2
|
2
|
1
|
2
|
2
|
|
3
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|
2
|
1
|
2
|
3
|
2
|
1
|
|
3
|
2
|
2
|
5
|
1
|
1
|
|
3
|
2
|
4
|
3
|
1
|
1
|
|
3
|
2
|
2
|
1
|
1
|
2
|
|
3
|
1
|
1
|
1
|
1
|
4
|
|
2
|
1
|
2
|
1
|
1
|
3
|
|
3
|
1
|
2
|
2
|
1
|
4
|
|
3
|
1
|
2
|
1
|
2
|
3
|
|
Kode
Responden
|
Nomor
Observasi Dan Skor Yang Didapat
|
SP
|
SM
|
%
|
Kategori
Skor
|
||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
1
|
2
|
3
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||
1.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
7
|
19
|
36,5
|
Mal
Adaptif
|
2.
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
8
|
19
|
42,1
|
Mal
Adaptif
|
3.
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
9
|
19
|
47,3
|
Mal
Adaptif
|
4.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
9
|
19
|
47,3
|
Mal
Adaptif
|
5.
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
10
|
19
|
52
|
Adaptif
|
6.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
8
|
19
|
42,1
|
Mal
Adaptif
|
7.
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
19
|
26,3
|
Mal
Adaptif
|
8.
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
7
|
19
|
36,8
|
Mal
Adaptif
|
9.
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
7
|
19
|
36,5
|
Mal
Adaptif
|
10.
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
14
|
19
|
73,6
|
Adaptif
|
11.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
10
|
19
|
52
|
Adaptif
|
12.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
15
|
19
|
78,9
|
Adaptif
|
13.
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
17
|
19
|
89,4
|
Adaptif
|
14.
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
14
|
19
|
73,6
|
Adaptif
|
Keterangan :
1. Adaptif > 50%
2. Mal adaptif < 50%
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A.
(2004). Pengantar Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
______________. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
______________. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta
: Salemba Medika
Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, S. (2002). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Hadi, S, (2004). Metodelogi Research. Yogyakarta: Andi
offset
Mansur, H. (2009). Psikologi Ibu dan Anak Untuk Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Notoatmojo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta
Potter, P, A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Vol. 1, E/4. Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan
kuantitatif, kualitatif dan R dan D). Bandung: CV. ALFABETA
Wirawan, S, S (2010). Pengantar Psikologi Umum, Jakarta:
Rajawali Pers
Wong, D, L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Yusuf, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : Rosda Karya
No comments:
Post a Comment